Pencarian... How??


Hasrat manusia untuk dicintai, dan mencintai. Sebuah keinginan dari dorongan fitrah yang telah dikaruniakan Allah sebagai wujud kasih sayang-Nya. Dilimpahkan sedemikian rupa sehingga ada kalanya dunia seisinya terkalahkan oleh cinta. Orang-orang yang memenuhi hatinya dengan cinta, menjadikan dunia indah dan syahdu oleh romantisme dengan kekasihnya. Jiwa nan berseri, kebahagiaan di setiap raut wajah, dan senyuman yang memenuhi bumi, adalah konsekuensinya.

Berjuta orang telah berusaha mencari cinta sejatinya, semua orang bahkan. Tempat melabuhkan diri, menyandarkan pundaknya dalam kelelahan, dan mengeluhkan resahnya. Seseorang yang setia di sisinya, yang bisa dirindukan ketika tiada, sedangkan hadirnya membawa ketenteraman. Dan ketika manusia bertanya siapa, Allah yang telah menciptakan dengan segala kecenderungannya memberikan jawaban dengan untaian kalimat indah: ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang.” (Ar-Rum: 21)

Seorang istri adalah belahan jiwa laki-laki, pakaiannya, ladangnya, penyempurna kenikmatannya, dan yang lebih berharga dari segalanya yaitu perhiasannya. ”Sebaik-baik perhiasan adalah istri yang shalilah”, menyejukkan ketika dipandang, menjaga amanah suami dan kehormatan dirinya, penuh cinta dan kasih sayang. Sebuah pribadi yang bahkan menjadikan cemburu bidadari surga.

Setiap orang menginginkannya, namun tidak setiap orang paham bagaimana menemukannya. Pada akhirnya, mereka mencarinya di tempat dan dengan cara yang tidak semestinya, padahal bagaimana mungkin mutiara indah itu berserakan begitu saja di jalanan kumuh nan kotor? Bagaimana mungkin dia ditemukan sedang berjalan-jalan di mal, bioskop, bar, atau diskotik? Dia tentu juga tidak akan ditemui dalam keluyurannya di larut malam atau sorak-soraknya di konser musik dengan memamerkan apa yang seharusnya disimpannya.

Tidak demikian, bahkan semakin indah mutiara, dia akan semakin menyembunyikan dirinya, tak ingin sembarangan dijamah. Hingga menjamin keistimewaan orang yang berhasil menemukannya. Bukankah perhiasan yang terindah tidak akan pernah pantas dimiliki kecuali oleh orang yang indah pula? Kemuliaan hanya pantas bersanding dengan kemuliaan, maka pantas saja sampai Allah berfirman: ”Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat perempuan-perempuan yang keji pula. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.” (An-Nur: 26)

Sangat mengesankan bahwa suami-isteri dibahasakan dengan kata zaujaani, zauj berarti suami yang berasal dari kata izdiwaj. Apakah izdiwaj itu ? dia bermakna isytibah wat-tawazun yaitu serupa dan seimbang. Maka alangkah dalam bahwa zaujaani berarti dua orang yang serupa dan seimbang. Padahal Allah tiada pernah memandang status keduniaan sebagai ukuran, melainkan Dia melihat kepada kualitas iman. Serupa dan seimbang dalam kualitas iman, kemuliaan dengan kemuliaan, serasi terikat dengan sebuah ikatan nan kuat.

Untuk mendapatkan pasangan yang mulia, seseorang harus berusaha menjadikan dirinya mulia, dalam akhlaq dan ketaatan. Menjaga kehormatan diri, dengan tidak melirik dan melabuhkan cinta pada mutiara-mutiara palsu walaupun bertebaran di sekelilingnya. Agar ketika pada saatnya Allah mendatangkan mutiara terindah itu, dia bisa dicintai dengan cinta yang utuh tak terbagi sia-sia dalam syukur dan bingkai cinta hakiki kepada Allah.

Sumber: thifal

0 komentar:

Posting Komentar